Sabtu, 28 November 2009

Kulit Pisang

Sebuah ceramah akan dimulai di dalam kelas di Universitas kami. Pembawa ceramah itu adalah seorang profesor yang sudah tersohor baik di dalam maupun luar negeri. Poster sudah ditempelkan di luar gedung dua hari sebelum ceramah, reaksinya luar biasa, para mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong datang ke lokasi ceramah, ingin melihat sikap wibawa professor itu.

Sepuluh menit sebelum ceramah dimulai, para mahasiswa satu demi satu memasuki ruang ceramah. Tidak jauh dari ruang ceramah, pada jalan masuk menuju ke ruang ceramah, terlihat di atas lantai sebuah kulit pisang. Setiap orang yang hendak melangkah masuk ke dalam kelas, dengan spontan harus mengangkat kaki untuk menghindari kulit pisang itu, sambil tidak lupa menggerutu, bermacam-macam yang diomelkan, "Siapa yang begitu kurang ajar?" "Sama sekali tidak mempunyai kesadaran umum!" "Panitia-panitia penyelenggara acara ini bagaimana?" "Kualitas macam apa orang zaman sekarang?"
Semua orang mengomel sambil melangkahi kulit pisang itu, dan duduk di tempat masing-masing, kemudian dengan tenang menunggu kehadiran sang profesor.

Beberapa menit kemudian, sang professor yang dinanti-nantikan setiap orang itu tiba pada waktu yang tepat.
Dia juga menemukan kulit pisang yang tergeletak di lantai itu, dengan tangannya, profesor itu membenahi kaca matanya sambil maju ke depan mengamati kulit pisang itu dengan saksama.

Suasana di dalam kelas segera menjadi hening, semua orang menjulurkan leher, melihat gerak-gerik dari sang profesor.
Setelah sang profesor mengetahui dengan jelas benda yang berada di bawah kakinya itu adalah sebuah kulit pisang, dia segera naik pitam, menunjuk kulit pisang itu dan berkata dengan suara yang sangat keras, "Mana boleh kamu (kulit pisang) tinggal di tempat ini? Seharusnya kamu tidur di dalam tempat sampah! Bagaimana dirimu bisa tidak memiliki kesadaran umum, tidak mempunyai pengertian tentang lingkungan hidup, bagaimana jika ada orang yang menginjakmu lalu terjatuh dan terluka? Dirimu sungguh sangat tidak pantas berada di sini!"

Hawa amarah membuat kaca mata yang berada di pangkal hidung sang profesor melompat-lompat, membuat orang teringat akan karakter Woody Woodpecker yang amarahnya dibangkitkan oleh hal-hal yang sepele, dari tempat duduk segera terdengar suara tawa dari para hadirin.
Sang profesor tidak mempedulikan, dia tetap melanjutkan amarahnya, terhadap kulit pisang.

Dari tempat duduk para pendengar, ada mahasiswa yang sudah tidak sabar lagi, dengan suara keras dia berkata, "Sudahlah! Bapak profesor, jangan memboroskan tenaga, Anda tidak bisa mengharapkan kulit pisang itu masuk ke dalam tong sampah hanya dengan cara dimaki!"
Mendengarkan perkataan ini, sang professor lalu memalingkan kepalanya, dia tertawa dengan wajah penuh sinar kemerahan, sambil menjulurkan tangan memungut kulit pisang yang berada di atas lantai, memasukkan kulit pisang itu ke dalam tong sampah yang berada di pinggir podium, menggunakan tisu untuk membersihkan tangannya sambil berkata, "Tadi mahasiswa itu berkata apa? Bisakah diulang kembali?"

Segera suasana kelas menjadi hening, tidak ada orang yang mengeluarkan suara.
Sang professor berkata lagi, "Saya sudah mendengar, "Anda tidak bisa mengharapkan kulit pisang itu masuk ke dalam tong sampah hanya dengan cara dimaki!", ini adalah judul dari ceramah saya pada malam hari ini!"

Saat itu, layar besar yang berada di tembok mulai menayangkan adegan para mahasiswa ketika sedang memasuki ruangan, beraneka macam ragam sikap mereka ketika melangkahi kulit pisang dan berbagai suara omelan yang berbeda terdengar sangat jelas sekali. Pada awalnya para mahasiswa itu tertawa-tawa, namun suasana berangsur berubah menjadi hening sekali.
Profesor itu lalu berkata, "Ini merupakan satu mata rantai yang khusus saya rencanakan, saya ingin membicarakan suatu prinsip kepada Anda sekalian, sebenarnya prinsip tersebut juga telah Anda teriakkan dengan jelas. Tetapi bagi Anda sekalian, mengerti prinsip adalah satu hal, sedangkan menggunakan prinsip ini untuk membimbing sikap Anda sendiri adalah hal yang sama sekali lain! Saya yakin, Anda sekalian yang hadir di sini, tidak ada satu orang pun yang tidak mengerti kulit pisang itu tidak akan bisa masuk ke dalam tong sampah hanya dengan dimaki, akan tetapi Anda sekalian tidak mempunyai tindakan yang konkret, tidak melakukan suatu hal yang sepele seperti mengangkat tangan untuk mengubah keadaan saat itu."

"Hal tersebut persis seperti kebanyakan orang yang merasa sifat masyarakat yang acuh, padahal dirinya sendiri pelit untuk memberikan sebuah senyum di wajah kepada masyarakat ini; yang mengomel tentang polusi lingkungan, tetapi dia sendiri tidak rela untuk memungut sampah yang berserakan; yang memaki pemerintah bobrok dan korup, tetapi saat dia sendiri menemui masalah, secara naluri lalu ingin mencari kenalan dan menyelesaikan masalahnya dengan melalui jalan belakang; yang mengeluhkan taraf moral yang menurun, tetapi diri sendiri tidak punya keinginan untuk mengerjakan dan melakukan dengan giat hal kebaikan apapun..."
Hampir semua orang menggerutu dan memaki, tetapi hampir semua dari orang-orang itu juga, tidak ada yang ingin mengerjakan dan melakukan dengan giat pekerjaan itu.

Tanggung jawab selalu dilempar ke pundak orang lain, sedangkan diri sendiri selalu dianggap sebagai korban! Semua praktek dan suasana hati ini, akan memperbesar sisi negatif manusia secara tak terbatas, sehingga yang diperlihatkan semua adalah keputus asaan.
Faktanya bukanlah seperti yang kalian pikirkan, setiap jengkal kemajuan yang dicapai oleh masyarakat, membutuhkan tindakan konkret kalian untuk membangun. Jika saya tidak membuang sampah di sembarang tempat, di dunia ini akan berkurang satu sumber yang mengeluarkan polusi; jika saya lanjutkan dengan membersihkan sampah-sampah yang berada di sekitar diri saya, maka dunia ini akan lebih bersih sedikit; jika tindakan atau kelakuan saya ini bisa mengubah dan menggerakkan satu orang, maka dunia ini akan memiliki sebab untuk menjadi lebih bersih lagi. Penduduk bumi ini hanya sebanyak 60 milyar, bukan sebuah angka yang tidak bisa dihitung, maka kita seharusnya memulai tindakan konkret dari diri kita dahulu walaupun itu hanya seperenam-puluh milyar.

"Ingat! Sampah tidak bisa masuk ke dalam tong sampah hanya dengan dimaki, Anda harus bertindak! Mulailah dari sekarang!"
Selesai sudah ceramah dari professor, di dalam ruang ceramah terdengar suara tepuk tangan yang sangat meriah dengan perasaan hati yang ruwet. (Cen Ying/The Epoch Times/lin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar